May 10, 2012 at 10:22pm
Agenda Muslimah, Berbagi dengan
Sahabat Muslimah
••❤ BUNDA & BUAH HATI ••❤
[ 10 Kesalahan dalam Mendidik Anak ]
Anak adalah amanah bagi kedua orang
tuanya. Maka, kita sebagai orang tua
bertanggung jawab terhadap amanah
ini. Tidak sedikit kesalahan dan
kelalaian dalam mendidik anak telah
menjadi fenomena yang nyata.
Sungguh merupakan malapetaka
besar ; dan termasuk menghianati
amanah Allah.Adapun rumah, adalah
sekolah pertama bagi anak. Kumpulan
dari beberapa rumah itu akan
membentuk sebuah bangunan
masyarakat. Bagi seorang anak,
sebelum mendapatkan pendidikan di
sekolah dan masyarakat, ia akan
mendapatkan pendidikan di rumah
dan keluarganya. Ia merupakan
prototype kedua orang tuanya dalam
berinteraksi sosial. Oleh karena itu,
disinilah peran dan tanggung jawab
orang tua, dituntut untuk tidak lalai
dalam mendidik anak-anak.
BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib
dilaksanakan oleh anak-anaknya.
Demikian pula anak, juga mempunyai
hak yang wajib dipikul oleh kedua
orang tuanya. Disamping Allah
memerintahkan kita untuk berbakti
kepada kedua orang tua. Allah juga
memerintahkan kita untuk berbuat baik
(ihsan) kepada anak-anak serta
bersungguh-sungguh dalam
mendidiknya. Demikian ini termasuk
bagian dari menunaikan amanah Allah.
Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka
termasuk perbuatan khianat terhadap
amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i
yang mengisyaratkannya. Allah
berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan
amanah kepada yang berhak
menerimanya” [An-Nisa : 58]
“Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhamamd) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui” [Al-Anfal : 27]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Artinya : Setiap kalian adalah
pemimpin dan akan diminta
pertanggung jawaban terhadap yang
dipimpin. Maka, seorang imam adalah
pemimpin dan bertanggung jawab
terhadap yang dipimpinnya. Seorang
suami adalah pemimpin bagi
keluarganya dan bertanggung jawab
terhadap yang dipimpinnya” [Hadits
Riwayat Al-Bukhari]
“Artinya : Barangsiapa diberi amanah
oleh Allah untuk memimpin lalu ia
mati (sedangkan pada) hari
kematiannya dalam keadaan
mengkhianati amanahnya itu, niscaya
Allah mengharamkan sorga
bagianya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
SEPULUH KESALAHAN DALAM MEDIDIK
ANAK
Meskipun banyak orang tua yang
mengetahui, bahwa mendidik anak
merupakan tanggung jawab yang
besar, tetapi masih banyak orang tua
yang lalai dan menganggap remeh
masalah ini. Sehingga mengabaikan
masalah pendidikan anak ini,
sedikitpun tidak menaruh perhatian
terhadap perkembangan anak-
anaknya.
Baru kemudian, ketika anak-anak
berbuat durhaka, melawan orang tua,
atau menyimpang dari aturan agama
dan tatanan sosial, banyak orang tua
mulai kebakaran jenggot atau justru
menyalahkan anaknya. Tragisnya,
banyak yang tidak sadar, bahwa
sebenarnya orang tuanyalah yang
menjadi penyebab utama munculnya
sikap durhaka itu.
Lalai atau salah dalam mendidik anak
itu bermacam-macam bentuknya ;
yang tanpa kita sadari memberi andil
munculnya sikap durhaka kepada
orang tua, maupun kenakalan remaja.
Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan
yang sering dilakukan oleh orang tua
dalam mendidik anak-anaknya.
[1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan
Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita
menakut-nakuti mereka agar berhenti
menangis. Kita takuti mereka dengan
gambaran hantu, jin, suara angin dan
lain-lain. Dampaknya, anak akan
tumbuh menjadi seorang penakut :
Takut pada bayangannya sendiri, takut
pada sesuatu yang sebenarnya tidak
perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar
mandi sendiri, takut tidur sendiri
karena seringnya mendengar cerita-
cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari,
kita telah menanamkan rasa takut
kepada dirinya sendiri. Atau misalnya,
kita khawatir ketika mereka jatuh dan
ada darah di wajahnya, tangan atau
lututnya. Padahal semestinya, kita
bersikap tenang dan menampakkan
senyuman menghadapi ketakutan anak
tersebut. Bukannya justru menakut-
nakutinya, menampar wajahnya, atau
memarahinya serta membesar-
besarkan masalah. Akibatnya, anak-
anak semakin keras tangisnya, dan
akan terbiasa menjadi takut apabila
melihat darah atau merasa sakit.
[2]. Mendidiknya Menjadi Sombong,
Panjang Lidah, Congkak Terhadap
Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai
Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan
point pertama. Yang benar ialah
bersikap tengah-tengah, tidak
berlebihan dan tidak dikurang-kurangi.
Berani tidak harus dengan bersikap
sombong atau congkak kepada orang
lain. Tetapi, sikap berani yang selaras
tempatnya dan rasa takut apabila
memang sesuatu itu harus ditakuti.
Misalnya : takut berbohong, karena ia
tahu, jika Allah tidak suka kepada anak
yang suka berbohong, atau rasa takut
kepada binatang buas yang
membahayakan. Kita didik anak kita
untuk berani dan tidak takut dalam
mengamalkan kebenaran.
[3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup
Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan
Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa
tumbuh menjadi anak yang suka
kemewahan, suka bersenang-senang.
Hanya mementingkan dirinya sendiri,
tidak peduli terhadap keadaan orang
lain. Mendidik anak seperti ini dapat
merusak fitrah, membunuh sikap
istiqomah dalam bersikap zuhud di
dunia, membinasakah muru’ah (harga
diri) dan kebenaran.
[4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu
memberi setiap yang diinginkan
anaknya, tanpa memikirkan baik dan
buruknya bagi anak. Padahal, tidak
setiap yang diinginkan anaknya itu
bermanfaat atau sesuai dengan usia
dan kebutuhannya. Misalnya si anak
minta tas baru yang sedang trend,
padahal baru sebulan yang lalu orang
tua membelikannya tas baru. Hal ini
hanya akan menghambur-hamburkan
uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi
segala permintaanya, maka mereka
akan tumbuh menjadi anak yang tidak
peduli pada nilai uang dan beratnya
mencari nafkah. Serta mereka akan
menjadi orang yang tidak bisa
membelanjakan uangnya dengan baik.
[5]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Ketika Menangis, Terutama Anak Yang
Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih
kecil minta sesuatu. Jika kita
menolaknya karena suatu alasan, ia
akan memaksa atau mengeluarkan
senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya,
orang tua akan segera memenuhi
permintaannya karena kasihan atau
agar anak segera berhenti menangis.
Hal ini dapat menyebabkan sang anak
menjadi lemah, cengeng dan tidak
punya jati diri.
[6]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam
Menghadapi Mereka, Melebihi Batas
Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka
hingga memar, memarahinya dengan
bentakan dan cacian, ataupun dengan
cara-cara keras lainnya. Ini kadang
terjadi ketika sang anak sengaja
berbuat salah. Padahal ia (mungkin)
baru sekali melakukannya.
[7]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak,
Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit
kepada anak-anaknya, hingga anak-
anaknya merasa kurang terpenuhi
kebutuhannya. Pada akhirnya
mendorong anak-anak itu untuk
mencari uang sendiri dengan bebagai
cara. Misalnya : dengan mencuri,
meminta-minta pada orang lain, atau
dengan cara lain. Yang lebih parah lagi,
ada orang tua yang tega menitipkan
anaknya ke panti asuhan untuk
mengurangi beban dirinya. Bahkan,
ada pula yang tega menjual anaknya,
karena merasa tidak mampu
membiayai hidup. Naa’udzubillah
mindzalik
[8]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi
Mereka, Sehingga Membuat Mereka
Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah
Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi.
Telah menyebabkan anak-anak
terjerumus ke dalam pergaulan bebas
–waiyadzubillah-. Seorang anak
perempuan misalnya, karena tidak
mendapat perhatian dari keluarganya
ia mencari perhatian dari laki-laki di
luar lingkungan keluarganya. Dia
merasa senang mendapatkan
perhatian dari laki-laki itu, karena
sering memujinya, merayu dan
sebagainya. Hingga ia rela
menyerahkan kehormatannya demi
cinta semu.
[9]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan
Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira,
bahwa mereka telah memberikan yang
terbaik untuk anak-anaknya. Banyak
orang tua merasa telah memberikan
pendidikan yang baik, makanan dan
minuman yang bergizi, pakaian yang
bagus dan sekolah yang berkualitas.
Sementara itu, tidak ada upaya untuk
mendidik anak-anaknya agar beragama
secara benar serta berakhlak mulia.
Orang tua lupa, bahwa anak tidak
cukup hanya diberi materi saja. Anak-
anak juga membutuhkan perhatian
dan kasih sayang. Bila kasih sayang
tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia
akan mencarinya dari orang lain.
[10]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada
Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu
berprasangka baik kepada anak-
anaknya. Menyangka, bila anak-
anaknya baik-baik saja dan merasa
tidak perlu ada yang dikhawatirkan,
tidak pernah mengecek keadaan anak-
anaknya, tidak mengenal teman dekat
anaknya, atau apa saja aktifitasnya.
Sangat percaya kepada anak-anaknya.
Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya
terkena musibah atau gejala
menyimpang, misalnya terkena
narkoba, barulah orang tua tersentak
kaget. Berusaha menutup-nutupinya
serta segera memaafkannya. Akhirnya
yang tersisa hanyalan penyesalan tak
berguna.
Demikianlah sepuluh kesalahan yang
sering dilakukan orang tua. Yang
mungkin kita juga tidak menyadari bila
telah melakukannya. Untuk itu, marilah
berusaha untuk terus menerus
mencari ilmu, terutama berkaitan
dengan pendidikan anak, agar kita
terhindar dari kesalahan-kesalahan
dalam mendidik anak, yang bisa
menjadi fatal akibatnya bagi masa
depan mereka. Kita selalu berdo’a,
semoga anak-anak kita tumbuh
menjadi generasi shalih dan shalihah
serta berakhlak mulia.
Wallahu a’lam bishshawab.
[Disadur oleh Ummu Shofia dari kitab
At-Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, Al-
Mazhahir Subulul Wiqayati Wal Ilaj,
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd]
---------------------------------------
Children see...Children do...
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia
belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan
permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan,
ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba,
ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok,
ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia
belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan
dipermalukan, ia belajar merasa
bersalah
Jika anak dibesarkan dengan
dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia
belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan
penerimaan, ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan
dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan
pengakuan, ia belajar mengenali
tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa
berbagi, ia belajar kedermawanan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran
dan keterbukaan, ia belajar kebenaran
dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa
aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan
persahabatan, ia belajar menemukan
cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan
ketentraman, ia belajar berdamai
dengan pikiran.
Pada dasarnya setiap bayi yang lahir ke
dunia adalah bibit juara <ingat
persaingan sperma untuk mampu
membuahi telur kan..??>, meskipun
kemudian saat tumbuh kembang,
mengalami kondisi pengasuhan yang
tidak ideal, atau mengalami kegagalan
tumbuh kembang akibat cacat fisik
bawaan <autis, down syndrome, tuna-
rungu-netra-daksa-wicara>. Kita orang
tua harus mengangkat setiap
penghalang yang memisahkan anak
kita dari kesempatan menemukan
kekuatan dari kecerdasannya.
Dijelaskan kecerdasan seorang
manusia begitu kompleks, sehingga
tidak terkait dengan kondisi fisik dan
kondisi otak apalagi hasil tes standar.
Sebaliknya kecerdasan itu harus
berkembang dengan berpijak pada
landasan setiap orang punya
kemampuan untuk DISCOVERING
ABILITY, sehingga saat menemukan
RIGHT PLACE orang tersebut akan
mampu menebarkan BENEFIT nyata
yang berarti pada lingkungannya.
Dari penjelasan di atas perlu rasanya
kita mendefinisi ulang tujuan orang tua
mendidik anak-anaknya baik di sekolah
maupun di rumah, bukan hanya untuk
jadi orang pintar yang nilai rapotnya
gemilang. Tetapi lebih utama adalah
demi menjadikan anak-anak kita
manusia yang kreatif dan mampu
memecahkan setiap masalah sedini
mungkin. Digabung dengan
penginstalan Tauhid dan Akhlak dalam
agama saat membangun karakter
mereka lewat pola asuh di rumah.
Maka kita boleh menaruh harapan
besar pada gilirannya meraka akan
mampu menjadi generasi penerus
yang bermanfaat bagi umat dan
agamanya.
Tahap perkembangan otak anak 0 – 21
tahun menjadi 3 periode penting yang
di kutip dari Hadits Rasulullah saww,
sebagai berikut :
- 7 tahun pertama :
Biarkan anak bebas bermain tidak
boleh ada hukuman, saat umur ini
anak adalah RAJA, yang tidak pernah
salah.
- 7 tahun kedua :
Kenalkan anak pada hal baik dan
buruk dalam budi pekerti, buat
kesepakatan dengan anak. Beri pujian
saat mereka berbuat baik dan beri
hukuman <bukan hukuman tapi
konsekuensi>, saat mereka bertindak
buruk atau diluar kesepakatan. Saat
umur ini anak adalah PEMBANTU yang
harus belajar menaati peraturan dan
melaksanakan ketentuan.
- 7 tahun ketiga :
Beri anak kesempatan untuk mencari
alternatif dan biarkan mereka memilih
yang paling sesuai dengan dirinya. Saat
umur ini anak adalah WAZIR / MENTERI
yang harus bertanggung jawab
terhadap tugas-tugas dan
keputusannya.
“Biarkanlah anak-anak kalian BERMAIN
dalam 7 tahun pertama, kemudian
DIDIK dan BIMBINGLAH mereka dalam
7 tahun kedua sedangkan 7 tahun
ketiga jadikanlah mereka bersama
kalian dalam MUSYAWARAH dan
MENJALANKAN TUGAS”
<Muhammad Rasulullah SAWW>
“Siapa di antara kita selaku ortu yang
pernah menghukum anak di 7 tahun
petama, dengan kekerasan verbal
maupun fisik…??” o…oww berasa kena
tinju telak, termasuk saya.
“Maafkan Mama yaa Nak.. telah
mengurangi jatah bahagiamu di 7
tahun pertama, dengan banyak
membentak, memakai intonasi suara
sampai 5 oktaf saat nyuruh ini dan itu.”
Hiks..hiks.. “ Belum lagi pukulan dan
cubitan yang sempat mendarat di
tubuh mungilmu. Astaghfirullah…”
Apabila 7 tahun pertama lewat dengan
cara yang SALAH maka 7 tahun kedua
orang tua akan banyak mengalami
HAMBATAN dalam BERKOMUNIKASI
dengan anaknya, AKIBATNYA 7 tahun
ketiga anak akan RENTAN dan TUMBUH
jadi PRIBADI yang KEHILANGAN
KEPERCAYAAN dan MORAL.
Untuk menjauhkan orang tua dari
kesalahan di masa mendatang maka
saat anak menjadi RAJA kecil penting
bagi orang tua untuk selalu :
1. Membiarkan mereka bebas
bertindak, memberi perintah, bermain
dan bersenang-senang..<sebenarnya
saya sempat ingin bertanya tentang
posisi mendidik kemandirian sejak dini
karena anak umur 1-5 tahun sudah
mulai mampu membantu diri sendiri
jika diarahkan dengan benar. Apakah
selalu melayani mereka tidak akan
membuat mereka jadi manja..??>
2. Memberi perhatian dengan santun
penuh kasih sayang dan kelembutan
dalam tutur kata.
3. Memberi jawaban-jawaban positif
untuk semua pertanyaan mereka.
4. Tidak memberikan disiplin yang
keras dan kaku
5. Anak terdidik dengan mengambil
contoh dari orang tua, keluarga, guru
dan lingkungannya.
6. Orang tua harus memastikan
kebutuhan anaknya akan kebebasan
senantiasa terpenuhi tanpa harus
melupakan keamanan dan
keselamatan mereka.
7. Menemani anak dengan kuantitas
pertemuan yang memadai.
Untuk anak usia di bawah 7 tahun,
sebaiknya jangan bicara kualitas, tanpa
kuantitas.
Karena ada 4 spesial moment yang
mereka butuhkan setiap hari dari
keberadaan orang tuanya. Yaitu :
1. Jadilah orang pertama yang dilihat
anak kita saat mereka membuka mata
di pagi hari.
2. Penting untuk selalu melepas
kepergian mereka ke sekolah
3. Anak juga membutuhkan orang tua
ada saat mereka pulang dalam kondisi
lelah.
4. Orang tua seharusnya jadi wajah
terakhir yang ditatap anaknya sebelum
mereka terlelap.
Apakah kita sudah menyambut mereka
dengan kata-kata penghiburan yang
dapat mengurangi kepenatan tubuh
dan pikiran sepulang sekolah. Ataukah
kita termasuk orang tua yang hobi
mengajukan kalimat standar “Hari ini
belajar apa..??” atau bahkan langsung
bertanya “Ada PR nggak..??” sebelum
mereka sempat duduk dan bersalin
pakaian. Sungguh satu ungkapan yang
tidak dibutuhkan otak anak kita.
Berikut adalah pendapat pakar tumbuh
kembang anak tentang masa Golden
Age :
- 99% masalah yang dialami anak
Golden Age berasal dari kesalahan
orangtua dan gurunya di sekolah
formal.
- Rumah dan sekolah seperti penjara
yang mengekang kebebasan anak
untuk bertindak, beraktivitas dan
bermain.
No comments:
Post a Comment